PROFIL NAGARI SIMPANG KAPUAK
1. Sejarah Asal-Usul Nagari Simpang Kapuak
Nagari Simpang Kapuak
adalah salah satu nagari diantara 79 nagari dalam kabupaten lima puluh kota,
yang mana sepanjang waris yang kami terima dari orang tua-tua kami terdahulu
bahwa ada seorang wali ALLAH yang bergelar DATUAK SERIBU GARANG,yang
mana beliau sangat disegani oleh penjajahan Belanda.
Untuk mengembangkan
ilmunya,beliau membangun sebuah surau yang bertempat di kapuak bersama
murid-muridnya,hingga sekarang bekas perumahan surau beserta kolam ikan nya itu
masih ada yang bernama baliak surau yang berlokasi di kapuak,maka dari itu
beliau dijuluki / digelari oleh murid-muridnya DATUAK KAPUAK.
Sebagai bukti kehormatan
beliau dapat dilihat pada bangunan mesjid baru yang mula-mula di bangun di
Nagari Simpang Kapuak.Beliau wafat pada tahun 1906,dan beliau tersebut sangat
berjasa terhadap Nagari dan Agama Islam di Kenagarian Simpang Kapuak,untuk
mengenang dan menghormati jasa beliau maka di namailah nagari ini SIMPANG
KAPUAK.
2. Geografis
Nagari
Simpang Kapuak termasuk dalam wilayah Kecamatan Mungka,Kabupaten Lima Puluh
Kota. Wilayahnya terletak pada ketinggian lebih kurang 730 meter dari permukaan
laut. Jarak dari ibu kota Kecamatan 2,5 Km, dari Ibu kota Kabupaten Lima Puluh
Kota adalah 20 Km, sedangkan dari Ibu Kota Propinsi Sumatera Barat sekitar 122
Km. Luas Nagari Simpang Kapuak lebih kurang 36.35 Km2, dengan batas – batas
sebagai berikut :
Sebelah Timur : Berbatas dengan Nagari Solok Bio-Bio.
Sebelah Barat : Berbatas dengan Nagari Sei.Antuan
Sebelah Selatan : Berbatas dengan Nagari Sei.Antuan
Sebelah Utara : Berbatas dengan Gunung Malintang
Bentuk
permukaan Nagari Simpang Kapuak merupakan daerah perbukitan dan dataran yang
bervariasi tingkat kemiringannya. Secara umum kemiringan wilayah Nagari Simpang
Kapuak dibagi atas kemiringan 8-15%, kemiringan 15-30%, kemiringan 30-45% dan
kemiringan >45%. Dengan ketinggian ± 730 diatas permukaan laut.
i.
Demografi
Nagari
Simpang Kapuak dihuni oleh 4230 jiwa,
yang terdiri dari 2.023 laki – laki dan 2.107 perempuan. Kesemuanya ini
terhimpun dalam 1.118 Kepala Keluarga. Pekerjaan yang digeluti oleh Penduduk
Simpang Kapuak pada umum nya adalah
Petani dan perkebunan dan sebahagian kecil Peternak dan pedagang.
ii.
Hidrologi dan Iklim
Daerah ini mempunyai type A (Achmidt
Ferguson), dengan curah hujan 3870 mm/tahun. Jumlah bulan basah 10 buan/tahun
dengan 2 bulan kering pertahun. Daerah ini mempunyai awal musim hujan pada
bulan Agustus.
Keadaan iklim pada Nagari Simpang
Kapuak beriklim tropis, dimana suhu udara pada kawasan ini berkisar antara 27
s/d 320C dengan curah hujan 14,93 mm/hari.
Ditinjau dari segi hidrologinya
secara umum sistem air pada Nagari Simpang Kapuak ini dapat dibedakan atas dua,
yaitu :
a.
Air Permukaan
Air permukaan ini berupa aliran sungai yang mengalir
dalam Nagari Simpang Kapuak yakni Sungai Batang Simpang. Sungai ini dijadikan
sebagai aliran akhir dari pembuangan air limbah masyarakat dari saluran
drainase sekunder yang ada dalam lingkungan penduduk baik perumahan maupun
pemukiman. Disamping itu juga dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari sebagian
kecil masyarakat Nagari Nagari dan juga untuk keperluan pertanian.
b.
Air Tanah
Mengenai air tanah ini, biasanya
berkaitan dengan
proses penggunaannya apakah itu berupa pemanfaatan air tanah melalui proses
galian maupun melalui proses pengeboran.
Dinagari simpang kapuak terdapat air terjun yang
sangat fantastis seperti :
- Air Terjun Tanjaro terletak di jorong Balai Tampuak Pinang
- Air Terjun Burai terletak di Jorong Simpang Abu
- Air Terjun Lubuak Bulan terletak di Jorong Koto Tinggi Kubang Balambak
3
Keadaan Sosial
Keadaaan
kultur dan budaya masyarakat di Nagari Simpang Kapuak pada umumnya memiliki
karakteristik yang sama dengan wilayah administrasi lainnya, tatanan kehidupan
masyarakatnya, masyarakat Nagari Simpang Kapuak menganut sistem kekerabatan
berdasarkan hubungan Matrilineal. Yakni hubungan kekerabatan dari pihak Ibu.
Masyarakat nagari ini seluruhnya pemeluk agama islam. Masyarakat disini bisa
dikatakan dengan pemeluk agama yang cukup fanatik yang memegang erat
aturan-aturan yang ditetapkan oleh Islam dan mengamalkan dalam kehidupan
sehari-hari. Walaupun adat-istiadat masyarakatnya masih kental, masyarakat di
kecamatan ini selalu bersikap ramah dan terbuka. Pada kegiatan-kegiatan ini, para anak nagari
selalu diberikan bimbingan serta kegiatan yang sifatnya positif agar budaya
asli nagari tidak akan terlupakan dan terhapuskan akibat dari budaya luar.
4. Keadaan Ekonomi
Pada umumnya
masyarakat Simpang Kapuak bergerak disektor pertanian, perkebunan, peternakan
dan perdagangan. Dewasa ini ekonomi masyarakat berangsur membaik.
Disektor
pertanian, terutama petani gambir merupakan primadona produksii pertanian dan
perkebunan di Nagari Simpang Kapuak. Hal ini tampak dari kegiatan masyarakat
Nagari Simpang Kapuak disektor ini.
a.
Kondisi Pemerintahan Nagari
i.
Pembagian Wilayah Nagari
Nagari
Simpang Kapuak berdasarkan administrasi pemerintahannya memiliki Tujuh Jorong,
yaitu :
1. Jorong Dusun
Nan Duo
2. Jorong Simpang
Abu
3. Jorong Sopan
4. Jorong Simpang
Goduang
5. Jorong Lobuah
Tunggang
6. Jorong Balai
Tampuak Pinang
7. Jorong Koto
Tinggi Kubang Balambak
- Pengelolaan sumber daya alam (hutan dan sungai) nagari
Kawasan hutan bukan lah lahan yang dibiarkan begitu
saja. Masyarakaat Simpang Kapuak memanfaatkan kawasan hutan untuk menunjang
perekonomian. Ada kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk usaha perladangan gambir.
Ada juga kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai wisata.[1] Kemudian
ada sedikit dari masyarakat yang mengambil rotan untuk membuat anyaman.
Tentang gambir,
mayoritas penduduk Simpang Kapuak memiliki ladang gambir di dalam kawasan
hutan. Tanaman gambir ditanam di daerah terbuka, yang berarti tidak ada
pohon-pohon besar disekitar tanaman gambir.
“Manggampo”,
istilah yang mereka sebut untuk kegiatan proses pemanenan gambir ini. Saat
pemanenan ini, petani gambir membutuhkann kayu bakar dalam prosesnya. Kayu
bakar ini berfungsi untuk api tungku memasak daun gambir.
Kegiatan proses pemanenan (manggampo) ini tidak merusak kawasan hutan, meskipun memang
membutuhkan kayu yang berarti melakukan penebangan. Petani gambir tidak
sembarangan dalam mengambil kayu untuk kebutuhan kayu bakar dalam proses mangampo. Masing-masing petni punya
lokasi masing-masing untuk tempat pengambilan kayu.
Masing-masing peladang memiliki lahan yang memang
sengaja dicanangkan untuk kebutuhan kayu saat proses “mangmpo”. Misalnya satu orang peladang memiliki lahan seluas 4 Ha,
yang ditanami dengan tanaman gambir itu hanya sekitar 2,5 Ha, sisanya 1,5 Ha
lagi biarkan sebagai cadangan kayu bakar pada proses mangampo.
Dengan cara seperti itu tidak ada petni gmbir yang
mengmbil kayu yang ada di hutan, dalam artian yang ada di luar daerah
perladangannya.
wisata alam, kondisi alam yang berpotensial untuk
ekowisata. Simpang kapuak memiliki banyak air terjun. Menurut pemaparan sekretaris nagari, setiap jorong di
Simpang Kapuak memiliki air terjun, masing masing memiliki bentuk dan
ketinggian yang beragam. Di Jorong Simpang Abu nama air terjunnya “burai”,di
jorong Simpang Goduang ada air terjun “Solok”, di Jorong Sopan ada air terjun “Lubuak Sati”, di Jorong Dusun Nan Duo
ada air terjun “Sialang”, Di Jorong Goduang ada air terjun “solok”, dan di
Jorong Kubang Balambak ada air terjun yang bernama “Lubuak Bulan”. Yang paling
terkenal itu adalah air terjun lubuak bulan yang terletak di Jorong Kubang
Balambak. Air terjun lubuak bulan ini sudah banyak dikunjungi oleh wisatawan,
memang saat ini kebanyakan adalah wisatawan lokal.
Singkat kata, kebanyakan tokoh masyarakat Simpang
kapuak, berfikir bahwa “ekowisata” cukup potensial untuk dikembangkan di Nagari
Simpang Kapuak!
Untuk kerajinan rotan, ada juga masyarakat yang
menggantungkan hidupnya pada pengolahan rotan. Rotan mereka ambil di dalam
kawasan hutan. Belum ada suatu usaha untuk melakukan budi daya rotan. Dengan
kata lain mereka masih mengambil rotan yang tumbuh secara alami.
Rotan diolah menjadi dua komoditi yakni ambuang dan keranjang.[2] Sebuah ambuang dihargai Rp. 100.000 per unit,
sementara itu untuk keranjang dihargai Rp. 200.000 per unit. Satu ambuang bisa dia siapkan dalam waktu satu hari, dia
mulai mebuat dikala malam dan selasai saat malam berikutnya, begitu juga dengan
keranjang.
Untuk sungai, nagari simpang kapuak membuat aturan “ikan
larangan”. Setiap jorong yang dilewati oleh aliran sungai mempunyai ikan
larangan sendiri. Dengan kata lain ikan larangan ini di batasi atau di kelola
di tingkat jorong. Pengelola ikan larangan ini diserahkan kepada pemuda jorong
setempat.
Setiap orang yang melakukan pelanggaran, mengambil ikan
larangan, dikenakan sanksi. Sanksinya bisa berupa denda dalam bentuk uang atau
dengan semen. Jumlah denda biasanya tergantung kesepakatan ketika dilakukan
rapat untuk menentukan waktu pelarangan ikan. Biasaya setiap pelanggaran
dikenakan denda 3 sak semen, dengan catatan ikan yang diambil dikembalikan lagi
kedalam sungai.
Tidak selamanya ikan di sungai ini dilarang untuk
ditangkap. Ada satu masa yang di
manfaatkan untuk pemanenan ikan ini. Waktu pemanenan ikan ini ditentukan dengan
musyawarah dengan mempertimbangkan besar dan jumlah ikan yang ada di sungai.
Pemanenan ini dilakukan dengan lomba memancing ikan, setiap peserta diwajibkan
membayar insert, uang pendaftaran.
Keuntungan dari pemanenan ikan ini dimanfaatkan untuk
kepentingan umum. Biasanya lebih diutamakan pada kegiatan pemuda (misalnya
pembangunan sarana olah raga, dll), karena memang pemuda sebagai pihak
pengelola. Namun tidak menutup kemungkinan uang dari keuntungan ikan tersebut
di manfaatkan untuk keperluan tempat ibadah, biaya gotong royong dan lain
sebagainya. Intinya, pemanfaatan keuntungan dari ikan larangan sesuai dengan
kesepakatan bersama.
Ikan larangan ini tidak di uduh, seperti kebanyakan ikan larangan lainnya.[3]
Masyarakat bersepakat untuk menerapkan ikan larangan dan menerapkan sanksi yang
diseppakati bersama. Kesepakatan bersama ini yang membuat masyarakat menjaga
secara bersama-sama ikan larangan ini. Kemudian juga menindak tegas secara
bersama-sama setiap individu yang melakukan pelanggaran dalam ikan larangan.
Selain ikan larangan, aliran sungai
ini juga dimanfaatkan untuk mengairi kolam-kolam masyarakat. Kebanyakan
kolam-kolam ini diatasnya terdapat kandang ayam petelor yang berjejer sepanjang
kolam. Selain untuk budidaya ikan, fungsi lain dari kolam ini adalah untuk
pembuangan kotora yang dihasilkan dari peternakan ayam petelor ini. Sehingga
rata-rata kolam – kolam yang ada airnya tidak lagi jernih.
D tahun 2000 an, masyarakat Simpang
Kapuak memanfaatkan sungai untuk kegiatan budidaya ikan keramba. Ada banyak
keramba yang mengapung di sepanjang
sungai di Simpang kapuak. Namun sekitar tahun 2006 ikan-ikan yang ada di keramba mati. Semua ikan yang ada di
keramba mati, menurut dinas perikanan kematian ikann tersebut disebabkan oleh
virus. Sampai saat ini tidak ada masyarakat yang mencoba untuk kembali memulai
ikan keramba tersebut.
Aliran sungai juga dimanfaatkan oleh
sebagian kecil masyarakat untuk kegiatan
“MCK” sekitar 10% masyarakat nagari masih melakukan “MCK” di aliran sungai ini.
Berkurangnya penggunaan sungai sebagai tempat untuk “MCK” disebabkan karena
adanya program “PAMSIMAS”.
[1] Kawasan hutan tersebut berpotensi untuk dikembangkann ya ekowisata,
ada banyak air ternjun yang canti dan sudah dikunjungi oleh banyak orang. Namun
saat ini belum berani di tuliskan “ekowisata”, meskipun sudah menjadi tempat
wisata, karena memang belum memenuhi syarat atau kriteria dari sebuah
ekowisata.
[2] Ambuang adalah alat yang
digunakan oleh petani gambir untuk membawa daun gambir dari ladang gambir ke
lokasi “manggampo”
[3] Di uduh, semacam mantra
yang dilekatkan kepada ikan larangan. Dengan mantra tersebut dipercayai bahwa
siapapun yang mengambil dan memakan ikan
larangan tersebut akan terkena penyakit, bahkan bisa berujug pada kematian.
Klo karamba lah mulai bliak...
BalasHapus